Written by Alfia Wulansari, VDMS Grantee from Djuanda University (RvG), Banten

Bahasa ibu biasa lebih dikenal sebagai bahasa daerah, merupakan bahasa penutur warisan budaya secara turun-temurun dari nenek moyang setiap suku. Perbedaan kalimat seperti – kumaha damang? – (Sunda) atau – piye kabare? – (Jawa) misalnya, walaupun tampak berbeda namun memiliki makna yang sama yaitu – apa kabar? – dalam bahasa Indonesia. Seseorang yang lahir dari seorang Ibu dengan suku Sunda, tentunya akan lebih mengenal bahasa Sunda, karena ibu sebagai guru pertama bagi seorang anak akan mengajarkan apa yang menjadi aturan dalam lingkungannya, termasuk bahasa sebagai pengantar komunikasi antarsesama. Hal tersebut yang melatarbelakangi bahasa ajaran pertama seorang ibu disebut sebagai bahasa Ibu.

Lahir dan tumbuh di tanah Sunda dengan pola budaya yang kental, tentunya menjadikan bahasa sunda sebagai bahasa utama dalam keluarga. Begitu pula dengan lingkungan yang menjunjung tinggi nilai kebudayaan sehingga hampir semua warga berinteraksi dengan bahasa serupa. Senyatanya setiap orang yang terlahir ditanah Sunda paham dan bisa berbahasa Sunda. Namun tidak semua orang Sunda menggunakannya dalam keseharian. Pengaruh modernisasi dengan pergaulan yang semakin luas mengakibatkan sebahagian dari orang Sunda enggan menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa utama, padahal begitu besar nilai budaya yang notabenenya harus di lestarikan sebagai suatu anugerah yang unik dari setiap daerah.

Indonesia sebagai Negara kaya akan latar belakang budaya yang berbeda menyajikan berbagai bahasa setiap suku atau daerah dengan keunikan dari masing-masing bahasa. Perbedaan bahasa penghantar daerah atau bahasa ibu tidak menjadikan perpecahan pada setiap suku yang berbeda bahasa. Namun dengan adanya perbedaan kebudayaan dengan bahasa yang berbeda tentunya semakin menguatkan rasa toleransi antarsuku. Sama kata namun beda makna seperti kata – gedang – dalam bahasa Sunda yang berarti pepaya dan berarti pisang dalam bahasa Jawa. Keunikan dari setiap bahasa memiliki nilai mahal untuk dijadikan pembelajaran. Alangkah hebatnya Indonesia yang memiliki keberagama namun dapat dipersatukan dalam “Bhineka Tunggal Ika”.

Summary: A mother language is a special ethnic group thing of words to do communicate anyway. The other ethnic group as a part of country actually was born in a different place that they are need to do say something to appreciate the things. Mother as an intimate people who she gave birth to a child has conduct a child to say a word at first time while her son or daughter want to tell something, that is why the language said the mother language. People being in Java ethnic group want to say by Java language, Sunda neither do, and other different be a part of culture. Every word are unique, sometime a word is same but having different meaning or vice versa. Like a – gedang – is a papaya in Sunda, but Banana in another java or – kumaha damang? – in Sunda and – piye kabare? – in java having similar meaning – apa kabar? – in Bahasa. So, different not also be a disunity but all of it are gift or boon come from God. We live to this land become diversity with a unique selves receipt, pay attention to the difference should we do a unity in diversity and do tolerance in “Bhineka Tunggal Ika”.

A2A E – Newsletter Vol. 60| II | 2017

Tagged on:             

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *