Written by Rizka Amelia, VDMS Alumna from North Sumatera University (USU), Medan
Mangrove atau bakau merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah bersalinitas tinggi karena adanya kelenjar khusus pada akar dan daunnya sehingga dapat mengeluarkan garam saat proses fotosintesis. Mangrove merupakan tanaman yang mampu menyerap karbon lebih besar daripada tanaman pegunungan, mangrove juga bisa menjadi tempat berkembangnya hewan laut seperti tempat bertelur ikan dan berkembangnya kepiting serta udang, tempat ekowisata, penahan panas dan mekanisme pertukaran panas antara laut, tanah dan udara, sampai pada peranan hutan menjadi paru-paru dunia, dan yang paling penting adalah mencegahnya abrasi pantai.
Negara kita, Indonesia, merupakan salah satu negara yang mempunyai hutan mangrove terluas di dunia yang mempunyai luas 3,2 juta ha atau 21 % dari total luas mangrove di dunia. Sayangnya, keberadaan hutan mangrove mendapatkan ancaman. Sebagai contoh, suatu wilayah di pesisir Sumatera Utara telah kehilangan sekitar 2 km daratannya akibat penebangan hutan mangrove yang tak terkendali. Jika ini terus dibiarkan dan tidak terkendali, bukan tidak mungkin beberapa tahun kedepannya desa tersebut akan berubah menjadi laut lepas. Selain penebangan liar, hutan mangrove banyak berkurang karena dikonversi menjadi pemukiman, lahan tambak, dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan upaya restorasi dan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi serta struktur hutan mangrove.
Mari kita jadikan penanaman mangrove sabagai salah satu program kerja kita. Mari bersama menggalakkan penanaman mangrove; membuat kegiatan penyuluhan dan sosialiasi ke masyarakat pesisir betapa pentingnya hutan mangrove. Banyak yang bisa dimanfaatkan selain kayu mangrove saja, salah satu contoh masyarakat pesisir di Lubuk Kertang Kabupaten Langkat Sumatera Utara yang awalnya adalah merambah hutan mangrove untuk memenuhi ekonominya; namun setelah dilakukan penyuluhan, masyarakatnya menjadi sadar bahwa betapa kerugian yang ditimbulkan akibat menebang mangrove. Sekarang mereka mulai kembali merehabilitasi mangrove yang dulu rusak dan memanfaatkan mangrove tersebut menjadi suatu produk yang bisa dijual tapi bukan kayu melainkan buah dan daunnya. Buah mangrove bisa dibuat menjadi sirup dan tepung sebagai bahan pembuatan dodol, sedangkan daunnya bisa menjadi keripik yang kemudian bisa dijual dan menghasilkan uang, selain itu di kegiatan penyuluhan kita bisa mengarahkan masyarakat untuk mengelola hutan mangrove menjadi lokasi ekowisata.
Hal yang perlu diperhatikan yaitu kenali terlebih dahulu lokasi yang ingin ditanam agar mangrove yang ditanam tumbuh dengan baik. Jika ingin menanam mangrove di bibir pantai sebaiknya ditanam jenis Avecenia spp karena jenis ini lebih mudah tumbuh dan memiliki kemampuan bertahan hidup terhadap salinitas serta gelombang air laut yang tinggi. Jika ingin menanam mangrove pada bekas lahan tambak atau yang dulunya tambak dan dikembalikan fungsinya ke awal (restorasi), sebaiknya ditanam jenis Rhizophora spp dan Sonneratia spp karena jenis ini lebih cepat tumbuh.
Ayo selamatkan bakau Indonesia. Salam hutan bakau.
Summary:
Indonesia, as a country who owns 21% of the mangrove in the world, is now alert to its mangrove condition. More people have changed mangrove area to a place for living, to a fishpond, etc. As a result, an effort to save the mangrove area is needed to sound. Through our activities, more and more people can be informed that mangrove areas must be saved, that mangrove brings enormous benefits for their life by their functions such as the fruits can be syrup and snack variance called dodol, and the leaf can be chips, and that mangrove area is potential to be ecotourism spots. Let’s save the mangrove.
A2A E – Newsletter Vol. 67| IX | 2017